Pertanyaan spontan diutarakan seorang kawan dalam diskusi antar organisasi beberapa waktu lalu. Ya, saat itu memang kita tengah asyik membahas bagaimana kapitalisme telah merongrong segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Telah merongrong diri kita sendiri -termasuk saya-.
Pengertian sederhananya, kapitalisme merupakan sebuah ideologi yang menjadikan modal (baca : uang) menjadi kekuatan terbesar, dimana aspek-aspek sosial dikesampingkan serta aspek-aspek individualisme, egosentrisme, liberalisme menjadi buahnya yang berkelanjutan. Kalau dilihat dari permukaan kapitalisme sangat "nyaman". Bayangkan, dengan kapital (baca : uang) kita dapat mendapatkan apapun yang dijual dipasaran, kita dapat menikmati teknologi yang tercanggih sekalipun karena kita dapat membelinya dengan uang (baca : kapital).

Itu kemudian mengapa kondisi hari ini, kapitalisme begitu mengakar dan menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia yang jelas-jelas menganut paham Pancasila yang didalamnya terdapat sosialisme. Tidak heran memang, karena kapitalisme tumbuh dari sifat-sifat dasar manusia. Manusia adalah mahluk paling banyak keinginan, manusia adalah mahluk yang ego dan manusia pulalah mahluk yang sangat mementingkan diri sendiri. Dan itu wajar.
Maka dari itu Karl Marx mencoba membuat paham baru yang berguna untuk mengekang "kewajaran" dalam diri manusia tersebut. Marxisme, adalah sosialisme ala Marx yang kemudian seringkali menjadi inspirasi para sosialis di Dunia. Di dalam kehidupannya kita tahu, kehidpan Marx tidaklah kaya, tidaklah banyak orang yang menyanjungnya pada saat itu, saat dimana kapitalisme juga tumbuh sebagai ideologi yang besar. Ketika saya membaca bukunya, membaca semua kisah tentang kehidupannya, saya menemukan marx terkadang sangat kesepian luar biasa, karena harus menjadi ber"beda" dari ke"wajaran" yang ada. Namun dia pasti sudah dapat memahami, untuk melawan sistem besar yang sedang berkembang, salah satu konsekuensinya adalah menjadi berbeda dan seringkali dikucilkan oleh mayoritas.
Hal tersebut juga seringkali saya rasakan ketika kapitalisme menjadi lawan dari ideologi saya marhaenisme (baca : Marxisme ala Indonesia), melihat banyak kawan-kawan yang terjerembab dalam buah-buah kapitalisme, bersanding dengan kawan-kawan yang memiliki gaya hidup yang berakar kapitalisme tentu tidaklah mudah dan pertanyaan diatas yang mengawali tulisan ini menjadi pertanyaan yang sering kali harus dijawab oleh diri kita sendiri.
"Lalu? Ketika kita memikirkan mereka. Apakah mereka juga pernah memikirkan kita?"
"Mungkin saja benar. Tetapi kalau bukan kita, tidak ada lagi yang akan menghadapi kapitalisme di Dunia ini nantinya".
Saya menjawab, meski sekedar dari dalam hati.