Rabu, 30 September 2015

Kematian Nalar, Ketika Menolak Memahami Kehadiran Komunisme


Di linimasa Facebook, banyak sekali teman - teman yang membuat status untuk menyambut peringatan tragedi kemanusiaan Gerakan Satu Oktober (Gestok) yang sekaligus menjadi titik balik perubahan paling penting dalam sejarah modern Indonesia.

Pendapat teman - teman tentang Gestok umumnya ada tiga macam. Pertama ada yang mengatakan komunisme adalah bahaya laten, kedua ada yang  berpendapat jika dalang dari Gestok bukanlah PKI, ketiga ada juga yang menggunakan paham ala Hak Asasi Manusia yang mengedepankan tentang Keadilan Hak setiap manusia dalam menjalankan hajat hidupnya, biasanya orang ketiga ini mengklaim dirinya tidak menjadi bagian dari ideologi apapun.

Ketakutan Yang Mematikan Nalar 
Kita seringkali dididik dengan ditakut - takuti. Sering saya mendengar anak kecil ditakut - takuti tentang hantu ditempat yang gelap. Kebanyakan alasan disebabkan oleh orang tua yang enggan menemani dan menjelaskan kenapa ada sisi yang gelap disaat sisi terang keberadaannya begitu dilebih - lebihkan.

Tentunya, hal ini mematikan nalar. Kita akhirnya tumbuh menjadi manusia yang tidak pernah bertanya, "Benarkah hantu ada ditempat gelap?". Atau tidak pernah berlogika, "Apakah hantu lebih kuasa dibanding Tuhan yang kita dicekoki untuk percaya?"

Komunisme telah menjadi hantu itu. Kita bahkan lebih takut dengan hantu komunisme dibanding dengan kebijaksanaan nilai Ketuhanan yang bersemayam didalam waktu. Bersemayam didalam Sejarah.

Mempelajari Indonesia, Harus Mempelajari Komunisme
Mengapa demikian? Saya bukanlah seorang Komunis. Namun komunisme tidak bisa dilepaskan dari pemahaman jati diri Bangsa Indonesia. Komunisme mau tidak mau tercatat sebagai salah satu dari bagian penting proses kelahiran Indonesia.

Sukarno pernah mengajukan gagasan tentang NASAKOM yang didalamnya terdapat garis pemikiran Marxisme (Komunisme -pen). Sukarno menganggap penting posisi Komunisme karena diantara Nasionalis, dan Agama (Islam -pen), Komunisme dianggap sebagai musuh utama dari penindasan dan penjajahan (Kolonialisme dan Imperialisme).

Hal tersebut wajar, karena jati diri yang digali oleh para pendiri Bangsa Indonesia memiliki karakter yang anti akan penindasan dan penjajahan. Seperti kutipan dalam pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yang tertulis pada Alinea I:

Dengan kata lain, menjauhkan Bangsa Indonesia dari memahami Komunisme secara otomatis akan menghilangkan sebagian jati diri bangsa. Namun jangan salah, belajar Komunisme tidak harus kita menjadi Komunis. Ini logika yang harus diluruskan pada anak - anak Bangsa Indonesia. Supaya kita menjadi Bangsa yang tersesat.

0 komentar:

Posting Komentar