Selasa, 18 Agustus 2015

Belajar Menguatkan Nasionalisme dari Amerika

Setiap Negara (Nation) pasti memiliki Nasionalisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Nasionalisme dapat diartikan sebagai paham atau ajaran dari suatu Negara. Artinya setiap negara pastinya memiliki nasionalismenya sendiri - sendiri. Tak terkecuali negara adi daya seperti Amerika Serikat dan juga Indonesia. Namun sebelum kita belajar menguatkan nasionalisme dari Amerika ada baiknya kita mengetahui perbedaan nasionalisme Indonesia dengan Amerika.

Beda Nasionalisme Indonesia - Amerika
Cara paling mudah mengetahui garis nasionalisme suatu negara adalah dengan menggunakan pisau bedah sejarah. Kita semua tahu penduduk asli Amerika adalah suku Indian, seperti dalam buku pelajaran sejarah Sekolah Dasar (SD), Suku Indian digambarkan sebagai suku yang masih primitif, menaiki kuda sembari memegang anak panah atau senjata tradisionalnya, tentunya dengan penutup kepala yang berasal dari bulu unggas. Suku Indian awal mulanya hidup harmonis dengan cara mereka sendiri, namun semua berubah sejak datangnya kolonialisasi Eropa pada Tahun 1492, setelah Christopher Colombus mendarat di Kepulauan Karibia.

Sejak pendaratan pertama itulah, akhirnya tersiar kabar akan tanah luas di sebelah barat Eropa. Eropa yang pada masa itu mengalami konflik berkepanjangan dan kelaparan, akhirnya mengadu nasib berlayar ke Benua Amerika yang kita kenal sebagai Amerika Serikat sekarang. Tidak hanya mengadu nasib, bangsa Eropa juga membangun Pemerintahan Kolonial di dataran yang luar tersebut, perang antara bangsa Eropa dengan senjata mesiu dan panah dari bangsa Indian pun dimulai dan berlangsung dalam beberapa ratus tahun. Dimasa kolonial itulah terjadi perbudakan, penyingkiran bangsa asli Amerika yaitu bangsa Indian terjadi.

Dari situ kita dapat mengetahui, jika nasionalisme Amerika adalah Nasionalisme kolonial rantau. Suatu nasionalisme yang dibangun dari persamaan tujuan untuk mendirikan kesejahteraan diatas reruntuhan rumah orang lain yang telah terlebih dahulu dirobohkan.


Berbeda dengan Indonesia, sejarah modern Indonesia menunjukkan jika pemerintahan kolonial pernah dibangun oleh beberapa bangsa Eropa, seperti Spanyol, Portugal, Inggris dan yang paling lama adalah Belanda. Awal mulanya, dengan tujuan berdagang komoditi yang tumbuh di tanah Indonesia. Bangsa Indonesia yang terkenal ramah tamah, sangat terbuka dengan datangnya 'saudara' asing yang datang untuk menjalin kerjasama. Namun semuanya berubah ketika kesepakatan demi kesepakatan justru menjadi tidak seimbang dan cenderung memberatkan pihak Indonesia. Pihak Indonesia yang pada waktu itu masih terdiri dari kerajaan - kerajaan melakukan perlawanan, karena dianggap 'tidak kooperatif', satu persatu kerajaan ditundukan baik dengan cara halus sampai dengan cara yang paling kasar, yaitu pemusnahan melalui perang. Jelas saja, parang atau keris tidak sebanding dengan meriam dengan bubuk mesiu.

Singkatnya, sejak pertama kali bangsa Eropa mendaratkan kakinya di tanah Indonesia. Perlawanan akan penindasan yang terjadi di seluruh dataran dan lautan Indonesi terjadi sampai dengan 350 Tahun. Ingat, bangsa Indonesia tidak terjajah selama 350 Tahun, tapi bangsa Indonesia melawan penjajahan dengan gigih dan berani selama 350 Tahun!

Hal itulah dilihat oleh Sukarno sebagai satu persamaan. Sukarno memahami, jika hal yang sama dari Indonesia bukanlah suku, bukanlah ras, bukanlah golongan, bukanlah agama. Sukarno memahami, jika persamaan dari tiap - tiap bagian bangsa Indonesia adalah persamaan untuk hidup layak, diatas tanahnya sendiri. Persamaan untuk cukup makan dari padi yang tumbuh dari sawahnya sendiri. Itulah nasionalisme bangsa Indonesia sesungguhnya, nasionalisme rasa yang anti penindasan dan penghisapan antara manusia itu sendiri.

Uniknya sekarang, sepintas kita melihat warga Amerika lebih percaya diri dan bangga menyebut dirinya Warga Amerika ketimbang Indonesia. Warga Amerika yang kebanyakan tidak berasal dari tanah Amerika itu sendiri lebih nasionalis ketimbang Indonesia yang sebenarnya merupakan penduduk asli dari Indonesia itu sendiri. Harusnya, nasionalisme kita berlipat - lipat hebatnya daripada nasionalismenya Amerika. Namun mengapa nasionalisme kita menjadi sangat pudar seperti sekarang?

Belajar dari Holywood
Saya dari kecil menyukai film Holywood. Dimasa kecil saya mengenang tokoh Rambo sebagai prajurit yang sanggup mengalahkan pasukan Vietkong (pasukan komunis Vietnam) sendirian bahkan hanya dengan berbekal sebuah belati. Kekaguman saya bertahan sampai saya dewasa, sampai saya tahu ternyata Amerika kalah secara memalukan dalam perang Vietnam.


Namun makin dewasa saya makin kagum kapada Rambo, namun bukan karena kegagahannya yang sanggup mengalahkan pasukan Vietkong sendirian dengan bermodalkan belati. Namun kekaguman saya lebih kepada cara Amerika membalikkan kemaluan mereka ketika kalah di perang Vietnam. Berbekal industri film bernama Holywood, Amerika berhasil membalik persepsi nasionalismenya dengan menciptakan tokoh yang bernama Rambo. Sungguh, bagi saya itu keren!

Belum lagi jika kita perhatikan film - film modern Amerika saat ini. Terakhir yang membuat saya terperangah ketika dalam film Fantastic Four yang di intrepetasikan ulang di tahun 2015. Salah satu dari anggota Fantastic Four si Manusia Api "Jhonny" kini berkulit gelap. Jauh dari kisah aslinya yang semua anggota Fantastic Four adalah kulit putih. Alasan memilih kulit hitam saya yakin untuk menegaskan maksud, jika Amerika terdiri dari berbagai ras. Mungkin diwaktu depan nanti, pemeran Susan di Fantastic Four diganti dengan ras Tiongkok.



Kekaguman saya menumbuhkan harapan, jika saja kita memiliki industri film yang setara dengan Holywood. Kita tentunya sedari awal sudah memberi doktrin nasionalisme kita kepada anak - anak Indonesia. Anak - anak yang kedepannya menjadi pemimpin. Meski dalam kenyataannya ketika saya menonton film di Televisi, anak - anak kita masih disuguhkan bagaimana remaja ganteng berubah menjadi siluman, atau bagaimana hantu bersosok perempuan berdampingan dengan pemain film porno atau berpakaian yang seksi mengugah birahi.




Saya tidak dapat menebak, kedepannya pemimpin kita kelak akan memiliki sifat seperti apa jika terus menerus disuguhkan tontonan yang seperti gambar diatas. Namun kabar baiknya adalah, kesadaran akan kebutuhan tontonan yang berkualitas semakin banyak. Paling tidak, suatu saat nanti tidak ada lagi tontonan yang membodohkan karena masyarakat sudah tidak mau lagi menonton remaja serigala dan pemain film porno di film horror mereka.

Namun semua itu harus diawali dari kemampuan pemerintah yang merupakan tangan dan kaki dari masyarakat untuk membangun mental Indonesia yang sesungguhnya melalui film. Seperti apa yang Holywood lakukan.

Dirgahayu 70 Tahun, Indonesia Merdeka.

Sidakarya, 18 Agustus 2015



0 komentar:

Posting Komentar