Kamis, 04 November 2010

Kekecewaan Pejuang terhadap Idealismenya


Blog ini memang angin - anginan, rasanya sudah hampir lupa jikalau saya mempunyai senuah blog. Ada banyak hal yang menarik belakangan ini, salah satunya ketika saya memulai perdebataan mengenai idealisme seorang mahasiswa kepada seorang 'mantan' mahasiswa. Sebut saja namanya Sam.

Kekecewaan Pejuang terhadap Idealismenya
Sore itu, ketika hujan deras mendadak menerpa Jakarta Selatan. Sembari tergopoh - gopoh kami mencari tempat cetak foto -kami lupa membawa pas foto pada acara nasional di Jakarta. Perdebatan sebenarnya sudah kami mulai sejak dari dalam pesawat. Sam, seorang pekerja di salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di kota Denpasar bercerita bahwa ia pernah memiliki jiwa idealisme yang sama seperti saya. Namun, semua menjadi berubah ketika ia menjadi 'budak uang' di dalam bekerja.

Rasa ego atas idealisme diri sudah tentu berang ketika dengan mudahnya idealisme itu de 'mentah'kan begitu saja. Beranggapan bahwa menjadi ideal adalah sesuatu yang bodoh di jaman ini adalah salah satu alasan mengapa ia justru menjadi pengkhianat atas sejarahnya sendiri.

"Aku telah melewati jamanmu kupikir semua hanyalah omong kosong belaka, kita tidak akan pernah menemukan sesuatu yang ideal itu.."

Saya mencoba mencerna dalam - dalam, seperti postingan sebelumnya menjadi idealis di jaman serba moderen sudah barang tentu adalah hal yang 'tampak' konyol.. Kita akan menjadi berbeda dengan orang kebanyakan, menjadi alien.

Saya diam, memandang langit yang sudah reda akan hujan. Sam pun ikut diam. Kami seolah tidak menemukan titik temu karena kami memang berbeda. Yang saya tahu menjaga idealisme itu harus mampu menjaga diri atas hasrat duniawian. Tempat bekerja dan tempat bergaul memang tempat yang rawan untuk idealisme, terjaga atau tidaknya memang tergantung pilihan kita.

"Yang saya tahu, saya dalam upaya - upaya menjaga idealisme. Dunia memang tempat tidak nyaman untuk jiwa yang idealis, saya akan coba. Saya pasti berhasil. Setidaknya menjaga idealisme hingga pada waktunya diperlukan"

Saya senyum tanggung dengan ujung bibir kanan sedikit naik. Saya tidak berusaha menjadi 'lawan' atas kekecewaan terhadap idealismenya. Kami pun memahami, jika kami berada di tempat bersebrangan namun tidak harus saling berhadapan. Hujan sudah reda. Kami segera berangkat menuju hotel.

Related Posts: