Jumat, 25 September 2015

Kampanye-Curi-Hati Ala Go - Jek


Jika boleh jujur saya acungkan jempol dengan kehadiran Go - Jek di tanah air. Banyak sekali permasalahan kemudian baru "terasa" setelah Go -Jek berhasil mencuri perhatian masyarakat Indonesia. Mulai dari bobroknya saranan transportasi sampai dengan terbatasnya lapangan pekerjaan. Namun permasalahan yang timbul tersebut saya akan bahas lain waktu. Kini saya lebih suka membahas sisi marketing yang dilakukan oleh Go -Jek.

Kampanye-Curi-Hati Ala Go - Jek
Saya langsung saja ambil gambar yang dibagikan oleh Facebook Official Go - Jek

Ditengah kontroversi kehadiran Go - Jek yang sebagian besar berasal dari pengojek konvensional. Go - Jek secara cermat membangun 'benteng hidup' dengan mencuri-hati masyarakat luas. Hal ini dianggap wajar, karena dalam sejarah apapun 'hal baru' akan selalu menuai penolakan dari kelompok yang merasa terganggu dengan 'hal baru' tersebut.

Akhirnya timbulah yang bernama 'Go - Jek Effect', efek yang berbentuk empati kepada Go - Jek, karena Go - Jek dianggap sebagai harapan dari sulitnya mencari penghidupan di tanah air kita yang tercinta ini.

Kampanye-curi-hati ini dimulai dari naiknya pemberitaan tentang sarjana yang ramai melamar menjadi pengojek Go - Jek, yang terakhir adalah tulisan yang 'menginspirasi' dari akun Official Go - Jek yang mengangkat kisah Pak Thomas yang ditengah menempuh studi S3 dan merawat istri yang sakit tetap gigih melewati badai penderitaan kehidupan.

Kini baliho Go - Jek pun saya sempat jumpai berdiri dengan kokoh, dengan tagline 'bergabung untuk mengubah nasib' di sebuah daerah di Denpasar Bali. 

Apakah Ada Yang Keliru?
Lalu pertanyaan yang pastinya akan muncul setelah saya menulis tulisan ini adalah, "Apakah ada yang keliru?"

Saya akan menjawab tidak ada yang keliru, dalam dunia pengiklanan, menarik simpati masyarakat dianggap hal yang wajar sepanjang tidak melakukan pembodohan kepada publik.

Sebagai contoh, sempat ada pemberitaan yang sempat mengangkat jumlah pendapatan angka fantastis sekitar sampai denga 1 Juta per hari. Saya rasa mengangkat berita yang menurut saya berlebihan itu justru akan membodohkan masyarakat kita. Bayangkan saja jika seorang anak nanti berbicara "Jadi Go - Jek saja gak usah sekolah".

Terlepas dari benar atau tidaknya pemberitaan tentang pendapatan Go - Jek yang sebesar itu. Saya lebih berfokus pada bagaimana kegagalan berita itu mencerdaskan pembacanya. Mengapa? Ditengah sulitnya mencari uang seperti sekarang ini tentunya dengan mudah orang teriming - iming menjadi pengojek Go -Jek dengan pendapatan sebesar itu. Cara penulisan tersebut dapat membypass logika pembaca tentang begitu mudahnya mencari uang, padahal logikanya yang harus dipahami, untuk mencapai penghasilan sebesar itu harus dijalani dengan kerja keras dan sedikit keberuntungan.

Nah, kecermatan Go - Jek yang saya nilai disini adalah selain pemberitaan Pak Thomas dapat meraih empati masyarakat luas terhadap Go - Jek itu sendiri. Secara tidak langsung Pemberitaan Pak Thomas juga menjadi suntikan logika kepada pengojek Go - Jek lainnya bahwa, hanya kerja keraslah yang dapat membuat usaha kita (apapun itu) dapat berhasil. Termasuk menjadi ojek sekalipun.

Sidakarya, 25 September 2015

0 komentar:

Posting Komentar