Mungkin agak terlambat saya membuat tulisan ini. Kira - kira empat hari lalu dunia persilatan Pro - Kontra Reklamasi Teluk Benoa dikagetkan oleh berita jika (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) GIPI Bali menolak adanya Reklamasi Teluk Benoa di Bali.
Sebagian orang yang berkecimpung dalam dunia Pariwisata dan pengikut setia berita tentang Reklamasi Teluk Benoa mengetahui apakah itu GIPI. Namun bagi orang awam? Bahkan dalam sebuah percakapan saya masih juga menanyakan, "Memang apa itu GIPI?" Karena pertama kali saya mendengar istilah GIPI bayangan saya adalah GIPI tidak jauh - jauh dari merek minyak urut.
Sebagian orang yang berkecimpung dalam dunia Pariwisata dan pengikut setia berita tentang Reklamasi Teluk Benoa mengetahui apakah itu GIPI. Namun bagi orang awam? Bahkan dalam sebuah percakapan saya masih juga menanyakan, "Memang apa itu GIPI?" Karena pertama kali saya mendengar istilah GIPI bayangan saya adalah GIPI tidak jauh - jauh dari merek minyak urut.
Bali Tourism Board
Ceritanya, pada 1 Maret 2002 sembilan asosiasi pariwisata di Bali yaitu PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), ASITA (Association of Indonesian Travel Agents), PATA (Pacific Asia Travel Association), HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), Pawiba (Persatuan Angkutan Wisata Bali), Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari), SIPCO (Society of Indonesian Professional Conference Organiser), Putri (Perkumpulan Atraksi Pariwisata) dan Bali Village (Asosiasi Promosi Pariwisata) berikrar untuk membangun dan mengembangkan pariwisata di Bali yang lebih baik dan berkelanjutan. Akhirnya kesembilan asosiasi tersebut membentuk satu lembaga lagi diatasnya yang disebut Bali Tourism Board (BTB).
Berdasarkan persetujuan Gubernur Bali pula, pada 10 Mei 2002 BTB menegaskan posisinya sebagai jembatan kemitraan antara profesional, pemerintah dan masyarakat untuk membangun pariwisata yang sudah saya jelaskan di atas tadi, yakni pariwisata yang lebih baik dan berkelanjutan. Artinya, spektrum pembangunan pariwisata tidak sebatas industri, namun hingga mencapai sinergi organisasi non-pemerintah, media massa dan pemerintah daerah. Bisa dibilang BTB ini sebagai dewan pariwisata yang bertanggung jawab terhadap kualitas hidup masyarakat di Bali.
Ceritanya, pada 1 Maret 2002 sembilan asosiasi pariwisata di Bali yaitu PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), ASITA (Association of Indonesian Travel Agents), PATA (Pacific Asia Travel Association), HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), Pawiba (Persatuan Angkutan Wisata Bali), Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari), SIPCO (Society of Indonesian Professional Conference Organiser), Putri (Perkumpulan Atraksi Pariwisata) dan Bali Village (Asosiasi Promosi Pariwisata) berikrar untuk membangun dan mengembangkan pariwisata di Bali yang lebih baik dan berkelanjutan. Akhirnya kesembilan asosiasi tersebut membentuk satu lembaga lagi diatasnya yang disebut Bali Tourism Board (BTB).
Berdasarkan persetujuan Gubernur Bali pula, pada 10 Mei 2002 BTB menegaskan posisinya sebagai jembatan kemitraan antara profesional, pemerintah dan masyarakat untuk membangun pariwisata yang sudah saya jelaskan di atas tadi, yakni pariwisata yang lebih baik dan berkelanjutan. Artinya, spektrum pembangunan pariwisata tidak sebatas industri, namun hingga mencapai sinergi organisasi non-pemerintah, media massa dan pemerintah daerah. Bisa dibilang BTB ini sebagai dewan pariwisata yang bertanggung jawab terhadap kualitas hidup masyarakat di Bali.
Nah, isitilah GIPI sendiri baru dipakai untuk menggantikan BTB setelah pemerintah melalui Menteri Pariwisata pada 6 Mei 2011. Kini GIPI diakui sebagai organisasi resmi dibawah pemerintah berdasarkan UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Informasi tersebut bisa dicek di websitenya Bali Tourism Board.
Menakar Ulang Kekuatan Menolak Reklamasi Teluk Benoa
Tidak berlebihan rasanya jika masyarakat Bali mulai berpikir kenapa sampai organisasi resmi pemerintah sebesar GIPI ikut - ikut menolak Reklamasi Teluk Benoa. Dalam bahasa sederhananya, bahkan lapisan masyarakat pariwisata yang paling terkena dampak langsung oleh adanya Reklamasi Teluk Benoa pun menolak.
Dalam situasi tersebut dapat diartikan sesungguhnya Reklamasi Teluk Benoa tidak diperlukan di Bali. Harusnya tidak ada lagi masyarakat Bali yang berada di wilayah abu - abu antara pro - kontra Reklamasi Teluk Benoa.
Dalam situasi tersebut dapat diartikan sesungguhnya Reklamasi Teluk Benoa tidak diperlukan di Bali. Harusnya tidak ada lagi masyarakat Bali yang berada di wilayah abu - abu antara pro - kontra Reklamasi Teluk Benoa.
Membangun Bali adalah Membangunkan Orang Bali
Dalam beberapa kali obrolan, saya sepakat jika membangun Bali dimulai dari membangun orang Bali terlebih dahulu. Kita tidak bisa menghadapi persaingan hidup dengan hanya mengandalkan lengan kekar dan kepalan tangan. Saya secara pribadi masih percaya dengan masyarakat Bali masih memiliki kualitas akal dan budi yang baik. Keyakinan saya berdasar pada sejarah masyarakat Bali yang sebagian besarnya ber-nenek moyang dari prajurit pilihan kerajaan Majapahit.
Jadi dengan dasar pemikiran tersebut sebenarnya jika boleh jujur masih banyak alternatif pembangunan pariwisata yang bisa selaras dengan budaya kita. Banyak kaum cerdik pandai Bali yang memiliki gagasan mulia tentang keselarasan dan keberlanjutan hidup di Bali. Saya tidak pernah ragu akan hal tersebut.
Jadi dengan dasar pemikiran tersebut sebenarnya jika boleh jujur masih banyak alternatif pembangunan pariwisata yang bisa selaras dengan budaya kita. Banyak kaum cerdik pandai Bali yang memiliki gagasan mulia tentang keselarasan dan keberlanjutan hidup di Bali. Saya tidak pernah ragu akan hal tersebut.
Terakhir, pertanyaan yang harus dijawab adalah; Apakah pemimpin kita mau mendengar dengan hati nurani gagasan - gagasan tersebut?
Selamat menjalani Tahun 1937 Caka untuk kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar