Pagi itu langit dari atas awan tampak tidak begitu cerah. Mataku yang sempat terpejam sebentar akhirnya terbuka, melihat barisan awan dari balik jendela pesawat terbang. Aku berada dalam bilik pesawat penerbangan ke Jakarta pagi itu.
Kawan sebangku yang sedari tadi asik membaca majalah khusus milik maskapai penerbangan tersebut mulai mengusik.
"Dari sepuluh besar peringkat nilai terbaik UN, siswa SMA di Bali peringkat pertama dan juga ramai mengisi peringkat lainnya di Indonesia", ucapnya setelah menunjukkan halaman yang mengulas soal peringkat (Ujian Nasional) UN SMA di depanku.
UN memang sempat kacau dari pelaksanaannya pada Tahun ini. Kata orang, kacau pelaksanaan UN terletak pada jadwal yang sempat mundur, sehingga membuat siswa menjadi cemas untuk melewatinya. Namun, bagiku kekacauan UN terletak pada UN itu sendiri. Bagaimana bisa ujian yang katanya memiliki standar nilai dan materi ujian diterapkan merata pada pendidikan di negeri kita yang masih compang - camping dan carut marut ini?
"Lalu?" Aku menanggapi singkat dengan mata yang masih setengah terpejam.
"Itu keren! Aku bangga dengan pendidikan kita di Bali, mampu mencetak peringkat pertama se Indonesia" kawanku menjawab dengan mata berbinar - binar.
"Aku tidak pernah merasa bangga dengan prestasi seperti itu", tanggapku dangkal. Kawanku kembali mengerenyitkan dahinya.
"Kebanggaanku adalah saat dimana seluruh siswa lulus dengan suatu karakter yang kuat. Karakter yang kuat akan membuat kita tangguh menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks. Saat jatuh, dia akan dapat bangkit lagi. Nilai - nilai peringkat akan membuat siswa menjadi cemas berlebihan, memiliki mental yang hanya berorientasi kepada angka semata, bukan kepada kemampuan yang dimiliki. Wajar, jika akhirnya terjadi banyak mencontek karena yang terpenting angka - angka yang dimasukkan peringkat tersebut bukan? Lalu soal kemampuan? Belum tentu, kemampuan seseorang tidak dapat ditentukan dengan angka - angka hasil UN semata." Tambahku sembari mengambil majalah tersebut dan menaruhnya pada tempat diambil sebelumnya.
Kawanku terdiam cukup lama, seolah tidak dapat menerima cara pikirku namun di sisi lain juga tidak bisa membantahnya.
"Oahem..." Aku menguap dan kembali tertidur. Menunggu pesawat terbang tiba di tujuan kami, Jakarta.
dimuat di Facebook, 14 Juni 2013
dimuat di Facebook, 14 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar