Minggu, 08 Februari 2015

Membangunkan Manusia

Membangunkan Manusia

Lampu mobil menyala karena hari sudah beranjak gelap, namun sisa senja yang memerah masih terlihat. Aku bersama salah satu kawanku menuju salah satu Pura yang terkenal di Bali Utara, yakni Pura Pulaki.

"Wilayah kering ini sudah mulai banyak pembangunan ya?" Kawanku bertanya sembari memperhatikan salah satu proyek besar yang kami lalui. Menurut penuturan beberapa masyarakat sekitar, itu adalah proyek pembangkit listrik hasil kerjasama pemerintah Kabupaten Buleleng dan investor swasta.

"Ya begitulah", jawabku sederhana karena sedang menyetir.

"Apa kau dengar soal bandara di Bali Utara?" Tanyanya.

"Dengar, kenapa?"

"Itu menarik, bisa membangun perekonomian kita"

Aku mendengar penjelasan kawanku, penjelasannya sama seperti bagaimana media memberitakan.

"Apa hebatnya punya dua bandara besar di pulau yang kecil ini?" Aku mencoba menghentikan kegembiraannya.

"Iya dong, jadi bandara sudah dekat dari rumahku" Kawanku tetap pada kegembiraannya.

"Ya sudah, mengapa tidak bangun saja bandara pada tiap halaman masing - masing?"

"Maksudnya?"

Di mulai tertegun memperhatikan celetukanku itu.

"Bandara memang harus jauh dari pemukiman, untuk menghindarkan masyarakat dari beberapa kecelakaan alat transportasi itu" Aku mencoba menjelaskan.

"Lagipula, dari ujung Bali ke ujung Bali lainnya juga paling lama empat jam. Kecil banget kan pulau kita ini?" Aku menambahkan penjelasanku.

"Tapi" Kawanku mulai tidak terima dengan pernyataanku.

"Tapi, bukan itu memudahkan masyarakat yang ingin menggunakan pesawat terbang? Bandara udara kan juga akan menyerap tenaga kerja" Dia mulai menambahkan alasan - alasan untuk membenarkan.

"Dengar ya bro" Aku memperlambat laju kendaraanku.

"Kalau bicara kemudahan, berapa persen populasi masyarakat kita menaiki pesawat terbang? Kalau soal tenaga kerja kita. Kita harus realistis, apakah kita sudah menyiapkan manusianya?" Kawanku mulai diam.

"Membangun itu tidak hanya soal fisik. Jika kita tidak membangun manusia terlebih dahulu maka manusia kita hanya akan menjadi budak. Masa kita bangga hanya menjadi supir, satpam sama juru parkir?"

Kawanku menyandarkan punggungnya lebih rileks. Matanya penuh tanya dan lehernya tidak mengurat seperti sebelumnya.

Aku hanya tersenyum tipis memandangnya saat mobilku sudah terparkir rapi di halaman parkir Pura Pulaki.

"Sudah sampai, turunlah. Ayo kita sembahyang".

dimuat di Facebook, 2 Agustus 2013

0 komentar:

Posting Komentar