Selasa, 16 Mei 2017

Algoritma Syukur Sebagai Pembalik Kondisi Suatu Program Kehidupan


Apa hubungannya Algoritma yang notabene bahasa dari anak TI (Teknologi Informasi) dengan Syukur dan Kehidupan? Bingung bukan? Yang jelas tulisan ini tidak akan membahas tentang bahasa TI yang sangat teknis dan belibet itu. Saya hanya meminjam istilah dari Algoritma dan Pemograman untuk semata membuat istilah Syukur dan Kehidupan menjadi lebih punya bentuk. Mengapa? Karena kata "Syukur" dan "Kehidupan" adalah bahasa filosofis yang cenderung absurd dipahami jamak masyarakat Indonesia yang bukan seorang filosofis.

Algoritma dan Pemrograman

Namun ada baiknya saya jelaskan sedikit apakah itu Algoritma dan Pemrograman. Sederhananya, Algoritma dijelaskan sebagai Prosedur untuk memecahkan suatu masalah. Paham? Segitu saja penjelasan saya tentang Algoritma supaya pemahamannya tidak meluber yang justru menjadi lepas dari topik utama.

Sedangkan pemrograman sendiri sederhananya dipahami sebagai Proses menulis, menguji dan memperbaiki. Sekali lagi tentang pemrograman ini saya tidak akan jelaskan terlalu dalam. Bagi yang tertarik terhadap kedua istilah TI tersebut lebih jauh, bisa Googling saja, sederhana bukan?

Syukur dan Kehidupan

Mari kita masuk kepada inti tulisan ini. Apa hubungannya Syukur dan Kehidupan? Syukur dan Kehidupan memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Coba tarik ke dalam konsep berpikir dualitas yakni baik dan buruk, sedih dan bahagia, dan konsep dualitas lainnya. Pada kata "Syukur" merupakan "Algoritma" yang melampaui dengan konsep dualitas itu sendiri. Mau bukti? Orang baik akan bersyukur karena melakukan hal - hal yang baik, sedangkan orang buruk pula akan bersyukur apabila telah melakukan hal yang buruk. Dalam soal pemaknaan dualitas spektrum dari algoritma Syukur melampaui dua sisi berlawanan namun tidak terpisahkan, dualitas. Bingung? Awas kram otak.

Oke peregangan otak dulu.

lalu bagaimana dengan kehidupan? Kehidupan sendiri sejatinya terikat dengan dualitas itu sendiri. Dalam kehidupan sehari - hari ada kebutuhan badaniah yang tidak bisa dihindari, misalnya makan. Jadi ketika makan itu menjadi "baik" dan tidak makan itu menjadi "buruk". Begitu seterusnya, hingga manusia perlahan menciptakan konsep keadaban yang seringkali disebut "sistem", dalam pemahaman lebih teknis "Sistem" tersebut dapat kita temukan sebaga "Agama", "Hukum", "Tata Krama", dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana mengaitkan Algoritma Syukur dalam Pemrograman Kehidupan?

Ini bagian menariknya, meskipun "Syukur" sebelumnya saya sebut sebagai Algoritma yang melampaui dualitas. Makna "melampaui" sendiri pada dasarnya tidak bisa disebut tidak terikat langsung oleh dualitas, makna "melampaui" sendiri juga menempatkan Algoritma "syukur" pada posisi "tidak keduanya, namun tidak pula tiada di keduanya" . (Oke, sengaja saya miringkan ya. Bagi bukan pembaca pikiran Zen harus berulangkali membacanya, bagi yang sudah terbiasa dengan pikiran Zen saya yakin lebih mudah memahaminya.).

Namun (melanjutkan kata "meskipun" pada paragraf sebelumnya) Algoritma "Syukur" juga dapat berguna sebagai "pembalik" kondisi dalam kehidupan kita. Mau contoh? Biasanya dengan contoh kita akan lebih mudah memahaminya. Ini dia contoh Algoritima "Syukur" sebagai pembalik Kondisi yang mudah ditemukan dalam percakapan kita sehari - hari.

"Kemarin sahabatku kecelakaan parah, motornya hancur tidak berbentuk. Temanku tidak sadarkan diri, SYUKUR, temanku tidak terluka."
Mulai sedikit paham bukan? Bagaimana jika kita lihat contoh yang lain.

"Kakeknya meninggal kemarin saja dirumah sakit, SYUKURLAH Kakeknya meninggal, penderitaan sakit puluhan tahun sudah tidak lagi dirasakannya"
Gila bukan? Bagaimana suatu kata syukur membalik kesedihan (yang memiliki unsur buruk) diubah menjadi baik. Bahkan kematian, misteri manusia terbesarpun menjadi hal yang sangat indah didengar.

Mudah - mudahan tidak kram otak.

Pemaron,
16 Mei 2017


0 komentar:

Posting Komentar