Di sela - sela hiruk pikuk paniknya masyarakat Indonesia terhadap melemahnya Rupiah terhadap Dollar ada saja selingan yang menjadi topik pembicaraan. Barangkali itu menjadi penyebab kenapa orang Indonesia terkenal tangguh dan memiliki daya tahan terhadap penderitaan.
Salah satu selingan yang saya maksud adalah tentang nama - nama yang dianggap unik oleh publik. Setelah publik harus menerima kenyataan ternyata "Tuhan" berdiam di Banyuwangi. Publik dibuat geger dengan "Saiton" juga ada di Indonesia. Dengar - dengar, malah sebuah stasiun TV hendak mempertemukan "Tuhan" dan "Saiton". Saya pasrah saja, jika hari pertemuan itu akhir dari jaman ini, hehe.
Setelah "Tuhan" dan "Saiton", media yang kegatelan mulai mencari - cari nama yang aneh lainnya. Ditemukanlah warga Indonesia yang bernama satu huruf seperti "D" dan "Y" serta yang juga cukup menghebohkan adalah nama seorang polisi "Andy Go To School". Serta yang terakhir saya lihat (yang kemudian menjadi pemicu saya menulis) adalah ditemukan seorang lelaki yang bernama "Jas Hujan". Banyak orang mungkin tertawa. Namun, saya melihatnya dengan cara yang sedikit berbeda.
Nama Orang Indonesia
Dalam sebuah obrolan dengan kawan tentang nama - nama tersebut, memang cara penamaan orang Indonesia cukup unik. Barangkali karena berlatar kebudayaan yang sangat beraneka ragam, akhirnya menciptakan penamaan yang beragam pula. Misalnya, kebanyakan nama orang Indonesia menggunakan nama Sansekerta seperti "Budi", "Mahardika" dan sejenisnya, bagi orang yang beretnis Arab atau saudara umat muslim umumnya menggunakan penamaan dengan bahasa arab seperti "Najwa" (ya, terlintas pertama adalah Najwa Shihab), "Anisa" ataupun nama lainnya. Ataukah orang Indonesia yang beragama Katolik ataupun Kristen seperti saudara saya di Medan dan Manado seperti "Ruben", "Thomas" atau nama - nama yang umum muncul dalam alkitab. (Masih banyak sekali contoh sebenarnya karena kebudayaan kita beragam sekali, cukup saya sebutkan beberapa contoh barusan saja).
Singkat kata, jarang sekali kita menemukan nama orang Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia. Catat, nama yang resmi diakui oleh negara. Nama seperti "Iwan Fals", "Budi Handuk" hanya menjadi nama panggung. Biar mudah dikenal publik karena nyeleneh alasannya.
Mengapa bisa begitu? Secara akademis sebenarnya saya tidak valid untuk mengupasnya, namun dengan menggunakan pisau bedah kesejarahan, penamaan orang Indonesia yang seperti itu boleh jadi karena Indonesia dibangun atas perbedaan suku, ras, agama dan golongan yang saya bisa pastikan hanya Indonesia yang punya!
Anehkah Dengan "JASHUJAN"?
Nah, ini bagian yang paling ingin saya tekankan. Aneh tidak menggunakan nama resmi seperti nama "Jashujan" atau nama - nama lainnya dengan dasar dari Bahasa Indonesia? Menurut saya biasa saja. Bukan hal yang aneh. Saya justru berharap penamaan tersebut menjadi tren yang positif, karena hal tersebut menunjukkan jika bahasa persatuan kita yakni Bahasa Indonesia sudah benar - benar menjadi jiwa dari setiap manusia Indonesia.
Mungkin sebagian dari kita penamaan dengan menggunakan bahasa Indonesia akan dianggap ndeso. Kok katrok? Eh, nanti dulu. Mengapa kita merasa tertawa dengan nama "Jashujan"? Apakah nama itu terlihat seperti nama yang jelek? Coba kita lihat orang yang diluar negeri sana. Ambillah contoh Amerika Serikat. Negara adidaya itu justru banyak orang terkenalnya bernama "ndeso", misalnya "Kanye West" (Suaminya Kim Kardhasian), "Chris Brown" (Penyanyi, Aktor sekaligus penari yang berasal dari Virgina, Amerika Serikat), "Taylor Swift" (Penyanyi perempuan yang lagi booming, yang menjadi salah satu kesukaan saya).
Coba saja nama "Chris Brown" kita ubah menjadi bahasa Indonesia -ken menjadi "Chris Coklat". Saya jamin, sudut bibir Anda akan naik sedikit menahan senyum memikirkan nama "Chris Coklat". Mungkin saja sepintas, nama "Chris Coklat", terdengar seperti makanan ringan anak - anak yang harga 500 perak.
Masihkah Mental Terjajah?
Salah satu sifat dari mental terjajah adalah perasaan minder terhadap bangsa lainnya terutama yang pernah menjajah bangsa kita yakni bangsa kulit putih. Sebetapapun hebatnya kita belajar, bekerja dan berusaha tetap saja kita merasa seolah - olah tidak cukup sukses jika berdiri sejajar dengan bangsa kulit putih.
Sama seperti penamaan, kita masih merasa penamaan menggunakan Bahasa Inggris selalu lebih gagah ketimbang menggunakan Bahasa Indonesia (Setidaknya menggunakan Bahasa yang berasal dari salah satu kebudayaan yang membentuk Indonesia -lah). Jadi, ketika kita tertawa mendengar ada orang yang bernama "Jashujan". Barangkali mental kita masihlah terjajah. Barangkali saja.
Sidakarya, 9 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar