Rabu, 24 Juni 2015

Berlarut - larutnya kasus Engelina (Angelina), Mengapa?

Berlarut - larutnya kasus Engeina (Angelina), Mengapa?

Engelina (sebelumnya disebut Angelina) memang sudah kembali kepada Yang Maha Kuasa, jenazahnya pun sudah dikebumikan dikampung halamannya Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Namun diatas meja hijau kisahnya belum selesai.

Babak baru kisah Engeline dimulai ketika Hotman Sitompul menjadi pengacara Margriet. Selain karena kaliber pengacara senior tersebut cukup besar di dunia hukum Indonesia, beberapa kali juga dengan nada cukup tinggi dia sempat akan melaporkan balik pihak - pihak yang menyudutkan kliennya.

Namun pernahkah berpikir, mengapa kasus Engelina ini cukup berlarut - larut? Ada beberapa alasan logis, mengapa kasus Engelina ini cukup lama menjadi topik pemberitaan masyarakat Indonesia.

Puncak Dari Gunung Es Kasus Anak Indonesia
Terlahir menjadi anak Indonesia memang tidak begitu mudah, kondisi negara yang sedang tertatih - tatih dari segala dimensi membuat negara kadang tidak hadir dalam lahir, tumbuh kembang anak Indonesia. Mulai dari banyaknya kasus pengguguran bayi dalam kandungan, pelecehan seksual anak Taman Kanak - Kanak (TK), kasus penganiayaan di usia Sekolah Dasar (SD), bullying di Sekolah Menengah Pertama, pemerkosaan dan tawuran di Sekolah Menengah Atas serta kasus penyalahgunaan narkoba di Perguruan Tinggi. Belum lagi jika kita berbicara tentang pendidikan yang standarisasi yang tidak merata dari sabang sampai merauke

Jika diperhatikan, lengkap sudah permasalahan anak bangsa kita di tiap level pendidikannya. Anak - anak Indonesia ibarat tukik penyu yang dilepas di alam bebas. Bertarung sendiri - sendiri mempertahankan eksistensinya menghadapi dunia yang keras ini.

Puncaknya gunung es ini di kasus Engelina, yang merupakan cermin betapa Indonesia belum sepenuhnya memandang generasi muda sebagai aset yang paling berharga dari eksistensi suatu bangsa.

Kisah Yang Mirip Dengan Sinetron
Bagian ini saya sedikit berat untuk mengatakannya. Sinetron memang masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia. Jika sinetron penuh dengan keteladanan dan pendidikan tidaklah mengapa. Namun kita semua tahu, sinetron Indonesia dipenuhi dengan penonjolan kisah - kisah merana yang penuh dengan penderitaan. Mulai dari anak tiri yang mendapat perlakuan kasar dari orang tua tirinya, ataupun kisah istri yang dicerai karena hadirnya istri muda lainnya yang hanya menguras harta. Belum lagi jika kita berbicara tentang beberapa remaja yang bisa berubah menjadi serigala, macan, tokek ataupun jenis binatang lainnya.

Mau tidak mau, mental sinetron ini cukup menjadi alasan mengapa kasus Engeline masih menjadi topik pembicaraan. Pernah suatu waktu saya mendengar pembicaraan seorang Ibu - Ibu yang berkata
"Pokoknya, kok pengen banget tuh Ibu angkatnya Engeline jadi tersangka, gak tau tuh kok gedeg (emosi -pen) aja liatnya", demikian kata seorang Ibu tersebut.

Komentar seperti itu persis seperti Ibu - Ibu yang sedang menjadi komentator di depan tanyangn sinetron ala Industri Indonesia. Jadi wajar saja jika topik yang hangat Engeline mencuri perhatian media pemberitaan untuk eksploitasi kasus Engeline sedalam - dalamnya, dengan harap mendapat rating penonton yang tinggi.

Sehingga secara popularitas, telah terbangun panggung yang siap dinaiki siapa saja untuk menjadi terkenal dari kasus ini.

Big Man Dibelakang Kasus Ini (?)
Saya tidak mau mencoba terlalu jauh berpikir, jika ada teori konspirasi level nasional dibalik kasus Engeline ini, hanya saja saya sepakat dengan pendapat Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam memperingatkan pihak kepolisian agar tidak mudah ditekan oleh pihak manapun dalam kasus ini. Agar semua pihak yang terkait menjalankan tugasnya masing - masing. Polisi bertugas sebagai polisi, jaksa bertugas sebagai jaksa dan pengacara bertugas sebagai pengacara. Sehingga kasus Engeline dapat dilihat secara jernih dan dapat menunjukkan kebenarannya.

Akhirilah dengan Bijaksana
Namun  apapun alasannya, sampai berlarut - larutnya kasus Engeline ini tentu tidak akan berakibat baik. Semakin lama dibicarakan, kasus ini akan meluber kemana - mana. Bahkan dalam debat di ILC yang ditayangkan oleh TV One, sampai ada pendapat bahwa kematian Engeline ini salah Jokowi. Sungguh, logika pendapat tersebut saya tidak bisa mengerti.

Mulailah dengan mengakhiri kasus Engeline ini dengan bijaksana. Dengan kesadaran, bahwa Indonesia belum menjadi tempat yang nyaman bagi anak - anak Indonesia. Langkah taktis yang sudah dibicarakan berulang - ulang oleh semua pihak yang menyayangkan kasus Engeline ini harusnya di tinggal melakukan saja. Stop berbicara jika masih belum ada kerja nyata yang terbukti.

Semua memang sedang sedih, semua sedang berduka terhadap kasus Engeline ini. Namun jangan sampai, nanti kita mendengar kembali Engeline lainnya yang bernasib sama buruknya.

Seperti tukik yang harus berjuang sendiri melawan kerasnya ombak kehidupan

Sidakarya, 27 Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar