"Sudah sejak lama aku mencium aroma busuk pengkhianatan ini!" Cut Nyak Dien mendengus dengan mata terpejam akibat katarak yang di deritanya. Tangannya menumpu badan di atas kaki yang bersila. Tidak ada yang berani bicara setelah itu, bahkan sisa pasukan yang berjaga pun hanya bisa menguping dari luar gua.
Malam itu hujan lebat sekali. Belanda memang licik, mereka pintar sekali menyuap masyarakat yang bersedia berkhianat terhadap perjuangan perlawanan penjajahan. Hingga pasukan Cut Nyak Dien yang tidak seberapa dapat dikepung di persembunyian yang harusnya tidak satu belanda pun tahu.
"Terbuat dari apa, hati yang berkhianat itu! Kenapa tega berkhianat terhadap perjuangan melawan penjajah yang menjajah harga diri bangsanya sendiri!" Semua masih tertunduk, bahkan Cut Gambang putri semata wayanganya tidak berani menatapnya. Semuanya menunduk menatap api unggun yang dibakar untuk menghangatkan badan.
Seorang perempuan nampak gelisah, tidak lama kemudian menangis dan bersujud di depan Cut Nyak Dien.
"Maafkan aku Cut Nyak, akulah yang mengatakan persembunyian kita kepada Kaphe Ulanda (Kafir Belanda). Mereka berjanji akan melepaskan suamiku" Perempuan itu terisak dengan hebatnya hingga memecah keheningan gua yang sedari tadi dipenuhi suara hujan.
Cut Nyak Dien mendongakan kepalanya seolah tidak percaya jika perempuan itulah yang memberitahukan tempat persembunyian mereka. Tangan kanannya mengepal pegangan rencong yang terselip dipinggangnya. Dalam waktu singkat ditusukannya rencong ke perut perempuan itu hingga perempuan itu tidak bernyawa lagi. Semua kaget, namuan tidak ada yang berani berkata apapun. Rencong tersebut memang jarang dipakai, bahkan untuk mengahadapi belanda.
Namun di malam itu Rencong tersebut mencabut penderitaan seorang yang menjadi pengkhianat bagi bangsanya sendiri.
dimuat di Facebook 26 Agustus 2012
0 komentar:
Posting Komentar