Sabtu, 31 Januari 2015

Bukan Salah Gula, Bukan Salah Semut


Sore itu kami sedang menonton TV di kos. Sekitar pukul 17.00 beberapa TV menayangkan berita terbaik mereka mereka masing - masing.

Ada yang tidak beres, Iwan tampak gelisah. Remote ditangannya pun gelisah karena tak kunjung usai menetapkan hatinya memilih saluran berita yang mana.

"Kenapa Wan?" Tegurku yang terbaring membaca buku.

"Ini loh, siaran televisi isinya berita tentang mudik terus. Apa gak bosan ya"

Aku memaklumi gelisahnya. Sebagai Bangsa yang beragam bangsa ini memiliki dan disusun oleh kesepakatan beberapa kelompok untuk menamai negara ini Indonesia. Karena ketika itu mereka merasa sama terjajahnya oleh Belanda

Dan kegelisahannya berawal karena kami berasal dari kelompok minoritas. Jauh dari hingar bingar mudik yang ditayangkan oleh televisi belakangan.

"Ya sabar ajalah" Tanggapku.

"Kenapa kau begitu santai Bud? Apa kau gak bosan dengan pemberitaan yang itu - itu saja?"

Aku menolehnya yang menaruh remote TV dengan setengah membanting. Akhirnya saluran terhenti pada pemberitaan soal arus mudik yang tidak lancar karena banyak ruas jalan Pantura yang tidak layak.

"Jangan salahkan mudiknya. Mudik itu tradisi yang penting untuk kita sebagai bangsa yang tidak boleh melupakan tanah kelahiran kita, bukan begitu?" Aku bangun, mengambil gelas dan menyeduh kopi dari dispenser.

"Lalu?" Iwan mendongak, pandangannya mengejarku yang berada di dekat dapur kos.

"Minum dulu" Aku menaruh kopi dalam gelas berukuran besar di dekatnya.

"Mudik ini fenomena budaya, tidak keliru. Negara ini harusnya paham bagaimana mengatur pergerakan masyarakat yang begitu besar di saat mudik. Artinya, kalau negara ini berhasil untuk memberi kenyamanan transportasi kepada rakyatnya. Pemberitaan yang kebanyakan berisi kecelakaan di jalur mudik tidak harus diberitakan sebegitu berlebihan. Karena ya mudik itu perihal kebiasaan, ya harusnya disuguhkan biasa - biasa saja oleh media." Jelasku sembari mengambil remote TV.

"Ditambah lagi, perhatikan tidak repotnya pemerintah untuk membendung arus urbanisasi?" Tanyaku.

"Iya, bukannya wajar ya urbanisasi pasca lebaran?" Masih banyak pertanyaan dalam kepala Iwan, diapun menerawang kosong menatap TV.kali ini menayangkan berita tentang salah satu kecelakaan di Jalur Pantura Jawa Timur.

"Itulah pemerintah kita, tidak pernah menyelesaikan permasalahan dasar Bangsa. Urbanisasi itu penyebabnya karena pembangunan di daerah yang tidak merata, baik pembangunan soal manusia dan infrastrukturnya. Ya pemerintah harusnya sadar, disitulah letak kegagalan pemerintah soal pemerataan kesejahteraan masyarakatnya." Aku menyeruput kopi yang aku buat kemudian menaruhnya di tempat lain.

"Hey, kopinya jangan ditaruh jauh - jauh!" Iwan menegurku.

"Banyak semut, kenapa tidak ditaruh ditempat berbeda saja kopinya yang manis itu? Supaya semutnya tidak ngumpul di satu tempat?" Aku bersikukuh memindahkan tempat kopi.

"Seperti kesejahteraan yang harus ditaruh merata?"

Aku tersenyum mendengar kesimpulan kawanku itu. Aku lupa menyisakan kopi karena telah habis aku seruput.


dimuat di Facebook pada 11 Agustus 2013

0 komentar:

Posting Komentar