
Saya terkadang heran kenapa bebeerapa kawan merasa jijik dengan hal yang satu ini. Memang benar, kalau dilihat dari lagunya Iwan Fals arti kata politik itu adalah arti kata paling busuk sedunia. Namun, sudahkah anda pahami apa itu arti politik? Baik secara gramatikal ataupun secara substansial.
Berdasarkan wikipedia definisi-definisi politik bisa di pahami sebagai berikut :
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Bagi saya makna kata politik tak lebih sekedar “how-to”. Lebih jelasnya bisa dibaca didalam cerita seperti ini :
seorang mahasiswa meminta uang untuk membayar kuliah Rp. 500.000,00 padahal nilai pembayaran kuliah sesungguhnya adalah Rp. 200.000,00
Atau mungkin cerita lainnya :
Seorang siswa menyampaikan keinginannya untuk menjadi ketua kelas karena merasa senang dipercaya oleh teman-teman sekelasnya untuk menjadi ketua kelas.
Dan masih banyak lagi contoh sederhana kita “berpolitik” di dalam kehidupan.
Di kehidupan berbangsa Indonesia, kesan politik memang tidak bisa dijauhkan dari kesan busuk yang diperbuat oleh para oknum. Saya tegaskan sekali lagi, OKNUM.
Mungkin hal tersebut kemudian menggeser politik secara substansial. Sebuah bagian kecil dari seni kepemimpinan menjadi sesuatu hal yang tak lebih baik dari tindak kejahatan. Persepsi negatif dan apatisme masyarakat pun tumbuh subur ibarat jamur di musim hujan. Untuk yang lebih parahnnya lagi, apatisme tersebut muncul dari kalangan intelektualitas atau dengan bahasa yang mudah dimengerti : MAHASISWA.
Mahasiswa yang bisa juga disebut ujung tombak sebuah Negara berkembang semakin anti dengan kosakata yang biasa disebut : politik.
Sempat ada seorang kawan yang nyeletuk,
“buat apa kau berbicara tentang politik? Itu tidak penting, pelajari sajalah apa yang kau dapat dibangku kuliah”
Saya justru hanya bisa terdiam dan tersenyum sumringah. Bagi saya hal yang terpenting dalam memahami (baca : membicarakan) hal-hal yang bersifat politik adalah bagian dari pembentukan character building of nation. Dari berdiskusi tentang politik saya bisa mengasah kepekaan terhadap gejolak bangsa, karena segala kebijakan pemerintah pada dasarnya adalah kebijakan politik. Kebijakan yang akan berimbas pada semua aspek kehidupan manusia, rakyat dan penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hanya saja dalam sebuah pembicaraan yang berbau politis, satu aturan yang tidak boleh dilupakan ole semua pihak termasuk mahasiswa adalah jangan sampai terjebak didalam politik praktis. Didalam pengertiannya, politik praktis dapat diartikan sebuah gerakan politis yang instan tanpa melalui proses yang panjang. Kalau kita boleh bandingkan, Benazir Butto memiliki sejarah keluarga politis yang panjang. Begitu juga dengan George W. Bush dan nyaris seluruh pemimpin politik paling berpengaruh didunia memilik satu persamaan yang serupa, yaitu masing-masng pernah memiliki orang tua atau leluhur yang konsen kepada situasi politik bangsa mereka sendiri. Akan tetapi hal ini bukan berarti orang yang belum memiliki rekam jejak di arena politik tidak bisa berpolitk. Hanya saja untuk membentuk seorang politikus yang berkarakter negarawan tidak semudah yang selama kita pikirkan. Karena politikus yang dihasilkan dari sebuah sistem praktis hanya melahirkan politikus yang parsial yang ujung-ujungnya menimbulkan penyakit politik seperti pragmatism. Dan itulah potret singkat para wakil rakyat kita.
Kembali pada pembicaraan mengenai mahasiswa dan politik, terlontar sebuah pertanyaan : lalu politik seperti apa yang harus dijadikan pengayaan jiwa-jiwa muda pembangun bangsa?
Jawabnya mudah : POLITIK NILAI, yang selalu mengedepankan nilai-nilai yang fair dan sesuai dengan konstitusi yang diakui. Politik nilai memiliki arti lebih luas, lebih bijak dan lebih positif. Politik nilai ini lah yang harus kita bangunkan didalam karakter kita, agar tercipta pemimpin-pemimpin bangsa berikutnya yang sejati, ksatria serta memiliki jiwa negarawan bukan jiwa-jiwa partai seperti saat ini.
Lalu? Segeralah belajar untuk berpolitik nilai. Jangan takut untuk berpolitik, selama masih ada itikad baik untuk membangun negara yang kita cintai ini. Minimal untuk mencapai hal tersebut, kita bangun dulu diri kita masing-masing.