Minggu, 06 Desember 2009

Idealisme iblis


Pemikiran ini lahir dari perdebatan panjang di kantin 1 Politeknik Negeri Bali bersama seorang kawan, ketua HMJ Teknik Sipil demisioner hingga pagi. Kita membahas idealisme seorang iblis (kalau iblis bisa diibaratkan seorang manusia). Bahwa betapa susahnya untuk menjadi seorang iblis.

Kita berangkat dari pemikiran bahwa iblis juga diciptakan oleh semua Tuhan dalam seluruh agama yang terdapat di muka bumi. Mereka diciptakan untuk menggoda manusia dan untuk memicu agar mereka mau mendekatkan diri kepada Tuhan. Itu poin pertama yang harus kita sepakati bersama. Lalu? Apa pernah kita berterima kasih kepada iblis untuk godaannya itu? Atau setidaknya berterima kasih kepada Tuhan untuk diberi godaan melalu perpanjangan tanganNya (baca : iblis).

Fakta dilapangan kita justru mengumpat dan mencaci maki keberadaan sosok iblis. Kita selalu diajarakan bagaimana iblis adalah sosok yang selalu mengganggu dan menjerumuskan umat manusia. Kemudian kita akan selalu meludah andaikata iblis adalah sebuah benda fisik yang bisa setiap orang sentuh. Apa pernah kita diajarkan bahwa sesuatu paling busuk (baca : iblis) pun memiliki sebuah tujuan yang mulia? Apa pernah kita diberikan pemahaman bahwa dibalik najisnya iblis terdapat sebuah tujuan bahwa kita harus kembali kepadaNya, Sang Maha Esa? Apalagi dia selalu mendapatkan caci maki di setiap ia menjalankan tugas-tugasnya untuk “menggoda” manusia.

Bukan Atheis

Mungkin ini sedikit kontroversi. Saya bukannya mau mengajak pembaca untuk menyembah iblis. Tapi poinnya adalah terletak pada idealisme yang dimiliki oleh sosok iblis itu sendiri. Saya melihat ada konsistensi dan idealisme dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada dirinya. Meski telah “sukses” menjalankan misi-misinya seolah-olah ada perasaan “tulus” dalam menjalankan setiap pekerjaan sebagai seorang iblis. Ini mungkin sedikit susah dimengerti. Untuk mudah memahaminya saya akan menganalogikannya sebagai berikut :

“Seorang cleaning service sudah menyelesaikan tugasnya untuk membersihkan sebuah ruangan yang besar. Namun ketika sudah bersih apa yang terjadi? Para pengguna ruangan tersebut mengumpat-umpat cleaning service tanpa alasan. Mencaci maki dan menghinakan status dari cleaning service tersebut. Sungguh malang”

Kalau saja boleh memilih, mungkin saja iblis tersebut sesungguhnya tidak mau memilih untuk menjadi iblis seperti sekarang. Akan tetapi itulah sesungguhnya idealisme iblis yang ingin saya sampaikan. Ia tetap tekun meski pada akhirnya setiap tugas-tugas suksesnya dihujat. Ia tetap idealis, meski secara kolektif manusia sudah jelas-jelas memposisikan dirinya diposisi yang negatif.

Itu yang saya ingin berikan penekanan. Bagian mana dari busuknya iblis yang masih kita bisa tiru dan teladani. Saya yakin ketika saya membicarakan dan menuliskan dirinya dalam blog ini, iblis sedang tersenyum dan akan terus “melaksanakan” tugas-tugas yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan kita semua.

Related Posts: